Praktisi Hukum Duga Peristiwa Meja & Kursi di DDTS Ulah Oknum untuk Jatuhkan Walikota
BravoNews, – Peristiwa Meja dan Kursi Pedagang di Kawasan Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) yang videonya viral dan seolah hal tersebut atas perintah Walikota Bengkulu Dedy Wahyudi diduga kuat ulah […]

BravoNews, – Peristiwa Meja dan Kursi Pedagang di Kawasan Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) yang videonya viral dan seolah hal tersebut atas perintah Walikota Bengkulu Dedy Wahyudi diduga kuat ulah oknum yang ingin menjatuhkan Walikota Bengkulu yang saat ini sedang gencar melakukan penataan kawasan wisata.
Hal ini diungkapkan Praktisi Hukum Bengkulu, Ana Tasia Pase, SH.MH. Menurut Akademisi ini, tidak mungkin perbuatan tersebut dilakukan jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu terlebih lagi perintah Walikota Bengkulu.
“Tidak mungkin Walikota memerintahkan jajarannya untuk melakukan tindakan kriminal dan menyakiti hati rakyatnya, sebagai contoh adalah pembongkaran lapak di Pantai Panjang, dimana hal ini dilakukan dengan cara pendekatan, persuasif dan juga memberi solusi bagi yang tidak memiliki tempat. Maka kasus di Danau Dendam patut diduga tindakan oknum-oknum tertentu di luar pedagang yang merasa dirugikan atas program penataan oleh Pemerintah Kota,” jelas Ana, Minggu (18/5/2025).
Ana menilai, di dalam video yang breredar juga ada seseorang yang tidak dikenal mengeluarkan pernyataan yang mengandung unsur dugaan fitnah bahwa Lapak Pedagang dirusak.
“Ini harus segera ditindak, karena ini sudah masuk dalam tindak pidana UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” terang Ana.
Ana menerangkan, dalam UU ITE juga mengatur tentang ujaran kebencian yang dilakukan melalui media elektronik. Pasal 28 jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE mengatur tentang penyebaran berita bohong, menyesatkan, atau ujaran kebencian yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan serta adanya dugaan penghasutan yang dapat membuat orang lain tidak menuruti perintah UU dan kebijakan pemerintah berdasarkan pasal 160 KUHP.
“Bunyi dalam pasal tersebut ialah barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” ungkap Ana.
Ana berharap, masyarakat tidak mudah terpancing dengan asumsi-asumsi liar yang tidak jelas kebenarannya. Ana mengajak masyarakat mendukung program pemerintah bukan justru terhasut dan ikut terlibat fitnah yang tak berdasar.
“Masyarakat jangan mudah diadu domba, jangan mudah terpancing asumsi liar,” tutup Ana. (MEN)