Antara Pertamina, Pelindo dan Helmi Hasan
_Catatan Zacky Antony_ *TIGA pihak dengan otoritas berbeda paling tersudutkan dalam kasus kelangkaan BBM di Bengkulu dan sekitarnya (tidak seluruh wilayah). Yaitu Pertamina, Pelindo II dan Pemprov Bengkulu. Pertamina memegang […]

_Catatan Zacky Antony_
*TIGA pihak dengan otoritas berbeda paling tersudutkan dalam kasus kelangkaan BBM di Bengkulu dan sekitarnya (tidak seluruh wilayah). Yaitu Pertamina, Pelindo II dan Pemprov Bengkulu. Pertamina memegang otoritas pengelolaan dan distribusi BBM, Pelindo mengantongi otoritas pengerukan alur pelabuhan dan Pemprov sebagai pemerintah daerah yang menentukan kuota BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari ketiga institusi di atas, Helmi Hasan sebagai Gubernur adalah pihak yang paling menjadi sasaran tembak. Sebagai kepala daerah, dia dianggap tidak melakukan antisipasi. Seakan-akan semua kesalahan Gubernur. Gara-gara Helmi Hasan, BBM jadi langka. Sejak Helmi Hasan jadi Gubernur, Bengkulu banyak masalah. Gara-gara Helmi Hasan masalah pendangkalan alur tidak ada solusi. Kira-kira begitulah nyinyiran netizen.
Protes publik adalah hal biasa bagi pejabat Negara. Jangan menjadi pejabat kalau tidak tahan umpatan atau cacian. Dan saya yakin, dalam konteks ini Helmi Hasan sudah terbiasa dicaci dan dibully. Selama menjadi Walikota, dia juga sering dibully dengan sejumlah program out of the box atau di luar kebiasaan. Toh, dia tetap menjadi Walikota hingga periodeisasi selesai.
Kembali ke soal kelangkaan BBM. Benarkah semua ini kesalahan Pemprov atau Helmi Hasan selaku Gubernur.
Helmi Hasan dilantik menjadi gubernur pada 20 Februari 2025. Baru 3 bulan menjabat. Sumber masalah yang muncul sekarang seperti pendangkalan alur sudah terjadi puluhan tahun.
Pemicu utama kelangkaan BBM bukan soal kuota kurang. Melainkan pada aspek distribusi yang terhambat. Selama ini jalur distribusi BBM dari kilang ke Depo Pertamina Pulau Baai Bengkulu mengandalkan transportasi laut. Kapal tanker bersandar di Pelabuhan Pulau Baai lalu mengalirkan BBM ke Depo milik Pertamina. Dari Depo Pulau Baai, BBM didistribusikan ke SPBU-SPBU di berbagai wilayah Provinsi Bengkulu.
Namun jalur distribusi via laut terpaksa disetop karena kapal tidak bisa bongkar. Penyebabnya adalah alur pelabuhan Pulau Baai dangkal. Kapal hanya bisa masuk dengan kedalaman tertentu. Kalau jalur laut ingin dipertahankan, tidak ada solusi lain selain pengerukan. Masalahnya mendatangkan kapal keruk tidak bisa bim salabim. Butuh waktu dan proses yang tidak pendek.
Tapi posisi hari ini, Kapal Keruk sudah tiba di Pulau Baai dalam dalam proses melakukan pengerukan alur. Sehingga dalam beberapa minggu kedepan, distribusi BBM via laut sudah bisa kembali di lakukan.
Kenapa tidak dikeruk dari dulu? Saya ingat betul, masalah pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai sudah terjadi di era Gubernur Bengkulu Hasan Zen (1999-2004). Pengerukan dilakukan tapi tidak mengatasi masalah. Pendangkalan terus terjadi dari tahun ke tahun. Kenapa demikian? Wallahualam. Pihak Pelindo la yang punya otoritas untuk menjelaskan hal tersebut.
Ada analisa teknis, posisi Pelabuhan Pulau Baai yang berhadapan dengan samudera lepas memang kurang cocok. Sehingga muncul ide agar pelabuhan dipindahkan ke lokasi lain yang lebih aman dari potensi pendangkalan. Tapi untuk merealisasikan ide ini butuh waktu bertahun-tahun. Sementara BBM adalah kebutuhan pokok untuk transportasi. Masyarakat tidak bisa disuruh menunggu.
Solusi semetara yang diambil Pertamina sekarang adalah dengan mengalihkan distribusi via darat. Yaitu mendatangkan suplai BBM dari Depo provinsi tetangga. Yang paling utama dan paling dekat adalah Depo Pertamina Lubuk Linggau. Hanya butuh waktu 3 jam perjalanan. Sebagai penopang, Pertamina juga mendatangkan pasokan dari Lampung, Jambi dan Sumbar yang jarak tempuhnya lebih lama.
Distribusi jalur darat juga terkadang tidak lancar. Ada risiko hambatan di jalan. Inilah mengapa Pertamina selama ini lebih memilih distribusi jalur laut. Selain lebih lancar, juga lebih hemat biaya.
Depo Pertamina Lubuk Linggau sendiri mendapat pasokan dari kilang minyak di Palembang (Plaju dan Sungai Gerong). Distribusi dari Pelambang menuju Depo Lubuk Linggau menggunakan transportasi Kereta Api. Pada 17 Mei 2025 lalu, distrubisi BBM dari Palembang ke Lubuk Linggau mengalami hambatan. Hal ini mengakibatkan stok Depo Linggau menipis dan berimbas ke suplai BBM menuju Bengkulu.
Sampai di sini terlihat bahwa masalah distribusi BBM di Bengkulu cukup kompleks. Tidak sesederhana yang dibayangkan. Tiga institusi dengan otoritas berbeda, Pertamina, Pelindo dan Pemprov harus bersinergi dan mengatur strategi menjaga ketahanan BBN di Bengkulu. Tapi itu saja tidak cukup, dalam kondisi darurat Bengkulu bergantung pada suplai BBM dari provinsi tetangga karena kita tidak punya sumber minyak sendiri.
Itu belum ditambah persoalan lain seperti mafia BBM, disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi dll. Jadi bersabar saja kawan. Semoga persoalan kelangkaan BBM ini teratasi dan distribusi BBM kembali normal. In Sya Allah.
_Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu_